beritakecelakaan.id, Sangatta – Ramli, paman MA, bocah berusia 8 tahun yang dianiaya ayah kandung dan ibu tiri, menceritakan kehidupan keponakannya dari masa kecil hingga menghadapi nasib tragis di Kutai Timur, Kalimantan Timur. Ramli menggambarkan sosok MA sebagai anak ceria, penuh energi, dan sangat dekat dengan keluarga.
Kehidupan MA Sebelum Tragedi
Ramli adalah kakak ketiga dari ibu kandung MA, yang meninggal pada 2023. Ibu kandung MA merupakan anak ketujuh dari delapan bersaudara. Saat masih hidup, ibu MA menempatkan anak-anaknya di rumah kakek-nenek dari pihak ayah di Desa Mawai Indah, Kecamatan Batu Ampar.
Selama tinggal di sana, MA bersekolah di taman kanak-kanak yang dipilih ibunya sendiri. Ramli menuturkan bahwa ayah kandung MA, SW, selalu menunjukkan perhatian dan kehangatan terhadap kedua anaknya. Setelah kakek dan nenek dari pihak ayah meninggal, MA tetap tinggal di Mawai Indah karena ibunya bekerja sebagai petugas perpustakaan dan ayahnya bekerja paruh waktu.
Tragedi muncul ketika ibu kandung MA meninggal pada 2023. SW mengambil MA dan adiknya ke Sangatta ketika MA akan memasuki sekolah dasar, padahal SW telah beristri. Ramli menegaskan, “Kami kehilangan kontak dengan MA dan adiknya setelah mereka dibawa ayahnya.”
Ramli mengenang keponakannya sebagai anak tinggi, berisi, riang, suka bermain, dan manja kepada keluarga. MA menjadi cucu tunggal yang sangat disayangi kakek dan nenek dari kedua pihak. Kedekatan ini membuat Ramli sangat terpukul atas kematian MA.
Kecurigaan dan Pelaporan ke Polisi
Pada 3 September 2025, Ramli membuka grup WhatsApp keluarga sekitar pukul 05.00 Wita dan menerima kabar bahwa MA meninggal. Ia segera pergi ke rumah Kakek Nawir untuk memastikan kabar tersebut. Adiknya menerima foto jenazah MA dari keluarga pelaku, SW dan EP, lalu mengirimkannya ke grup WhatsApp keluarga.
Ramli melihat adanya memar di kedua mata dan tubuh MA tampak kurus, sehingga ia segera melaporkan kecurigaan itu ke Polsek Muara Ancalong. Ia meminta pihak keluarga membawa jenazah ke RSUD Muara Bengkal untuk diperiksa lebih lanjut.
Pelaku mengantar jenazah MA dari Sangatta menggunakan ambulans, tetapi Ramli meminta rombongan melewati jalur yang lebih jauh. Sesampainya di rumah sakit, Ramli bersama kakak pelaku dan polisi langsung memeriksa jenazah. Ia menemukan bekas memar di kepala, warna kebiruan di mata, dan tubuh yang kurus. Kondisi ini menegaskan adanya penganiayaan sebelum MA meninggal.
Upaya Keluarga dan Perlindungan Adik MA
Ramli menekankan pentingnya melakukan autopsi mendalam untuk mengungkap fakta. Keluarga ibu kandung bertekad menegakkan keadilan dan memastikan pelaku mempertanggungjawabkan perbuatannya. Berdasarkan UU Perlindungan Anak, SW dan EP menghadapi hukuman maksimal 15 tahun penjara. Ramli tetap merasa hukuman itu tidak setimpal dengan penderitaan korban.
Adik MA, berusia 7 tahun, kini tinggal bersama Kakek Nawir dan istrinya di Muara Ancalong. Sebelumnya, pelaku mengancam anak itu sehingga komunikasi terbatas. Saat beritakecelakaan.id menemui, adik MA bermain ponsel sambil berbaring di samping neneknya, fokus pada permainan tanpa menatap sekeliling.
Ramli mengimbau masyarakat agar melaporkan segala kejanggalan di lingkungan sekitar untuk mencegah tragedi serupa. Ia menekankan, masyarakat harus berani bertindak cepat demi keselamatan anak-anak.
Pesan Paman dan Harapan Keluarga
Keluarga berharap proses hukum berjalan lancar dan keadilan ditegakkan. Ramli menegaskan pentingnya pengawasan orang tua dan kerabat terhadap anak-anak serta keberanian melaporkan kekerasan pada pihak berwenang.Keluarga dan masyarakat harus selalu menjaga, merawat, dan melindungi anak-anak dari ancaman kekerasan, bahkan dari orang terdekat.