PACITAN, beritakecelakaan.id – Sireng, wanita berusia 75 tahun, mengalami duka mendalam setelah adiknya, Sumari (60), meninggal dunia akibat serangan asma yang dipicu gas air mata saat kerusuhan meletus di Solo, Jawa Tengah. Peristiwa ini membuat keluarga Sireng kehilangan sosok yang selama ini menjadi bagian penting kehidupan mereka.
Pada Kamis (11/9/2025), Sireng menceritakan kenangan terakhir bersama adiknya di rumahnya di Dusun Ngejring RT 001 RW 007, Desa Sendang, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Sumari sehari-hari bekerja sebagai tukang becak di depan Pasar Gede Solo. Sireng mengingat pertemuan terakhir mereka sekitar sebulan sebelum Sumari meninggal.
“Yang terakhir sekitar sebulan sebelum meninggal,” ungkap Sireng pelan, sambil didampingi putrinya, Sulastri (45).
Sumari kerap pulang ke kampung halamannya, meski tidak menentu. Kadang dua bulan sekali, kadang tiba-tiba tanpa pemberitahuan. Setiap kali kembali, Sumari selalu membawa buah tangan sebagai simbol kasih sayang bagi keluarga. Sireng menyebut adiknya memanggilnya “Mbok,” sebuah sapaan hangat yang menunjukkan kedekatan mereka.
Sumari sudah lama menetap di Solo, bahkan sejak masih bujangan. Selama di Pacitan, ia tinggal bersama Sireng, suami, dan anak-anaknya. Mereka selalu berbagi suka dan duka, dan hubungan keluarga tetap erat. Sireng menekankan bahwa Sumari merupakan sosok sederhana yang bekerja keras, kerap membantu di ladang dan memberi pakan kambing, serta melakukan pekerjaan rumah tangga lainnya.
Gas Air Mata Memicu Kematian Sumari
Sireng menjelaskan, penyakit asma yang diderita Sumari sudah lama ada dan sempat dirawat di Rumah Sakit Hermina Solo. Ia menambahkan, biaya pengobatan pernah mencapai Rp13 juta. Karena keterbatasan dana, mereka merawat Sumari di rumah hingga kondisinya membaik. Namun, ketika gas air mata menyebar saat kerusuhan di Solo, asma Sumari kembali kambuh.
“Sumari memiliki riwayat asma dan paparan gas air mata memicu serangan akut,” kata Sireng. Kejadian ini mengingatkan Sireng akan pentingnya keluarga, pengorbanan, dan kasih sayang dalam menghadapi situasi sulit.
Respons Kepala Dusun dan Perangkat Desa
Kepala Dusun Ngejring, Sarnen (56), menyampaikan bahwa ia menerima kabar duka melalui Sekretaris Desa sekitar pukul 05.00 WIB. Informasi awal berasal dari Babinkamtibmas Pasar Gede Solo. Sarnen bersama perangkat desa berangkat ke Solo untuk menjemput jenazah Sumari.
Setelah tiba di Solo, Sarnen mendapatkan informasi tambahan bahwa almarhum mengalami sesak dada setelah makan. Sumari sempat meminta bantuan teman untuk diantar ke rumah kerabat. Namun, karena lupa alamat tujuan, Sumari kembali ke Pasar Gede dan berada dalam kondisi darurat. Warga segera membawa Sumari ke RSUD Dr. Muwardi Solo, tetapi nyawanya tidak tertolong.
Sarnen menekankan, meskipun Sumari tidak ikut aksi demonstrasi, paparan gas air mata yang terbawa angin kemungkinan memperparah kondisi asma yang dideritanya. Sumari meninggal setelah menjalani kehidupan selama 35 tahun sebagai tukang becak yang ramah dan aktif berinteraksi dengan masyarakat.
Perjalanan Hidup Sumari dan Kasih Sayang Keluarga
Sumari selalu pulang kampung dan berinteraksi dengan warga, mengikuti kegiatan di dusun, serta menjaga hubungan hangat dengan keluarganya. Ia menghabiskan sebagian besar hidupnya di Solo, namun selalu menyempatkan diri untuk pulang dan berbagi momen bersama keluarga. Jenazah Sumari kemudian dikuburkan di pemakaman umum Dusun Ngejring, di sisi timur Telaga, kampung kelahirannya.
Sireng mengenang, setiap pertemuan dengan Sumari selalu membawa kebahagiaan. Sumari menunjukkan cinta dan perhatian melalui buah tangan yang dibawanya. Bahkan dalam kondisi ekonomi terbatas, kasih sayang tetap menjadi kekuatan utama keluarga mereka.
Pesan dan Pelajaran dari Kisah Ini
Kisah Sireng dan Sumari menjadi pengingat pentingnya keluarga dan pengorbanan. Kasih sayang tetap menjadi fondasi yang menyatukan keluarga, meskipun kondisi ekonomi dan kesehatan menghadirkan tantangan berat. Peristiwa ini juga menekankan pentingnya kewaspadaan terhadap kerusuhan dan risiko kesehatan akibat paparan gas air mata.
Sarnen berharap warga dapat mengambil pelajaran dari insiden ini, terutama menjaga kesehatan dan mengantisipasi risiko di tengah kerusuhan atau aksi massa. Kehidupan Sumari mengajarkan nilai kerja keras, kesederhanaan, dan kepedulian terhadap orang sekitar.
Kematian Sumari akibat serangan asma yang dipicu gas air mata saat kerusuhan di Solo menjadi tragedi keluarga Sireng. Meski kehilangan, Sireng tetap menghargai setiap kenangan bersama adiknya. Kasus ini mengingatkan masyarakat akan pentingnya kesehatan, kewaspadaan, dan peran keluarga sebagai sumber kekuatan utama dalam menghadapi situasi darurat.