beritakecelakaan.id – Desa Bantan, Kecamatan Buay Pemuka Peliung, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, Provinsi Sumatera Selatan, menjadi sorotan publik setelah tragedi mengerikan yang terjadi pada malam Selasa, 9 September 2025. Seorang pria bernama Jauhari (37) membunuh ibu kandungnya, Sulzana (66), di rumah mereka sendiri. Peristiwa berdarah ini meninggalkan luka mendalam, bukan hanya bagi keluarga korban, tetapi juga bagi seluruh warga desa yang hidup dalam ketakutan.
Desa Bantan merupakan wilayah pedesaan dengan mayoritas penduduk bekerja sebagai petani. Situasi desa yang biasanya tenang berubah drastis setelah kabar pembunuhan menyebar. Kejadian ini memicu ketakutan kolektif dan trauma mendalam di antara warga.
Malam Menyeramkan di Desa Bantan
Pada pukul 20.00 WIB, warga Desa Bantan mendengar teriakan dari rumah Sulzana. Ari, seorang kerabat sekaligus tetangga, berani memecahkan pintu belakang rumah untuk memeriksa keadaan. Ia menemukan Jauhari duduk tidak jauh dari jenazah ibunya, sementara tubuh Sulzana terbaring di balik kelambu merah dengan luka parah di leher. Darah di sekitar tubuh korban tampak telah dibersihkan, dan Jauhari tidak menunjukkan bekas darah sama sekali.
Saat ditanya, Jauhari mengaku melakukan tindakan itu karena diperintahkan “raja iblis.” Pengakuan ini membuat warga semakin ketakutan, mengingat Jauhari memang sudah lama dikabarkan mengalami gangguan kejiwaan. Selama ini, ia kerap berteriak tanpa alasan, meresahkan lingkungan, dan memukul ibunya. Namun, ia tidak pernah melukai orang lain di luar rumah.
Warga Trauma dan Tak Ingin Jauhari Kembali
Tragedi ini meninggalkan trauma mendalam di Desa Bantan. Warga khawatir jika Jauhari kembali ke kampung mereka tanpa rehabilitasi yang tepat. Lismawati, keponakan korban, menyatakan, “Jika dia belum pulih, jangan pulangkan. Jika sudah pulih, jangan kembali ke sini. Warga takut.” Banyak keluarga meminta pemerintah menempatkan Jauhari di panti rehabilitasi atau fasilitas medis khusus.
Selain trauma terhadap pelaku, warga juga menyoroti beban ekonomi keluarga korban. Sulzana menanggung seluruh kebutuhan hidup Jauhari, yang tidak bekerja. Hermawati, warga lain, menegaskan, “Meskipun sembuh, jangan biarkan dia kembali ke sini. Trauma ini sudah terlalu dalam.”
Hubungan Ibu dan Anak yang Penuh Konflik
Tetangga mengakui hubungan Sulzana dan Jauhari sering diwarnai perkelahian. Hampir setiap minggu terdengar suara ribut dari rumah mereka. Jauhari kerap berteriak atau memukul ibunya, tetapi sebelumnya tidak pernah menimbulkan cedera serius pada orang lain. Malam itu, konflik berubah menjadi tragedi fatal. Jauhari menggorok leher ibunya hingga hampir putus dan tetap duduk dengan ekspresi datar, seolah tidak menyesal. Kejadian ini semakin menegaskan ketidakstabilan kondisi mental pelaku.
Polisi Bertindak Cepat
Personel Polres OKU Timur menangkap Jauhari tanpa perlawanan. Polisi bekerja sama dengan pihak medis untuk memeriksa kondisi psikologis pelaku. “Penyelidikan terus berjalan. Kita akan melakukan observasi medis untuk mengetahui kondisi psikologis pelaku,” kata seorang perwira yang terlibat. Pemerintah berjanji akan mengutamakan keselamatan warga dan transparansi dalam menangani kasus ini.
Harapan Rehabilitasi dan Perlindungan Warga
Warga Desa Bantan menaruh harapan besar agar pemerintah serius menanggapi kasus ini. Mereka meminta penempatan Jauhari di fasilitas rehabilitasi atau pondok pesantren agar tidak kembali ke desa. Selain itu, warga berharap ada program konseling untuk keluarga korban dan pendampingan psikologis bagi masyarakat yang terdampak.
Tragedi di Desa Bantan menunjukkan bagaimana konflik keluarga, beban ekonomi, dan gangguan mental dapat bertemu dalam satu titik dan menimbulkan trauma kolektif. Sulzana meninggal dengan cara tragis, sementara Jauhari kini menghadapi hukum sekaligus perawatan psikologis yang mendalam. Luka yang ditinggalkan bukan hanya pada tubuh korban, tetapi juga di hati seluruh warga desa.