beritakecelakaan.id, Tomohon – Insiden dugaan keracunan massal yang menimpa mahasiswa Fakultas Teologi Universitas Kristen Indonesia Tomohon (UKIT) memunculkan trauma mendalam. Meski demikian, banyak mahasiswa menunjukkan tekad kuat untuk tetap kembali ke asrama dan melanjutkan pendidikan mereka. Kejadian ini sekaligus menyoroti pentingnya sistem pengelolaan makanan yang aman di lingkungan kampus.
Mahasiswa Mengutamakan Pendidikan dan Panggilan Hidup
Salah satu korban, Kevia, mahasiswi asal Tondano, Minahasa, masih menjalani perawatan di Rumah Sakit Umum GMIM Bethesda Tomohon setelah mengalami gejala keracunan pada Rabu malam (10/9/2025). Kevia menyatakan kesiapan untuk kembali ke asrama meski belum sepenuhnya pulih.
“Mungkin sore ini atau besok saya bisa pulang untuk beristirahat,” ungkap Kevia melalui panggilan telepon, Sabtu (13/9/2025). Ia mengakui mengalami trauma akibat kejadian tersebut. Namun, impiannya untuk menjadi pendeta menjadi motivasi utama agar ia kembali ke asrama.
“Trauma memang ada, tapi saya harus kembali. Saya kuliah di sini karena punya tujuan. Saya ingin menjadi pendeta,” tegas Kevia dengan penuh keyakinan. Pernyataan ini mencerminkan bagaimana mahasiswa menempatkan pendidikan dan panggilan hidup mereka di atas rasa takut, sekaligus menekankan peran asrama dalam membentuk karakter dan spiritualitas.
Bagi mahasiswa seperti Kevia, lingkungan asrama tidak sekadar tempat tinggal. Mereka memanfaatkan fasilitas tersebut untuk belajar, membangun relasi sosial, dan memperkuat panggilan rohani sebagai calon pelayan gereja. Fakta ini menegaskan bahwa peran asrama lebih luas daripada sekadar akomodasi mahasiswa.
Pengalaman Mahasiswa Lain: Trauma dan Harapan
Pengalaman serupa dialami Militia, mahasiswi semester 1 asal Mapanget, Minahasa Utara. Meski sempat mengalami gejala sakit perut setelah mengonsumsi makanan di asrama, ia tetap menantikan kepulangannya ke tempat tersebut minggu depan.
“Kami diperintahkan pulang sementara. Tapi saya tetap ingin kembali. Di asrama, kami tidak hanya belajar teori, tetapi juga dibentuk secara rohani dan karakter,” jelas Militia melalui WhatsApp. Ia menambahkan bahwa malam sebelum kejadian, mahasiswa mengonsumsi tahu, tempe, dan sayur kol cah. Banyak mahasiswa mengalami muntah, diare, hingga pingsan. Militia sendiri sempat merasakan sakit perut, namun membaik setelah minum susu.
Ia yakin pihak kampus akan mengambil langkah lebih hati-hati ke depan. “Ketahuannya sudah asam, tapi saya percaya kampus akan menjaga kualitas makanan lebih baik,” imbuhnya.
Mahasiswa lain juga menyatakan keinginan yang sama untuk kembali ke asrama meski sebelumnya hampir pingsan saat berada di ruang kelas keesokan harinya. Mereka berharap kualitas menu harian tetap dijaga, agar insiden serupa tidak terulang.
Orang Tua Mahasiswa Meminta Pengawasan Lebih Ketat
Di sisi lain, orang tua mahasiswa menyuarakan kekecewaan terhadap pengelolaan makanan di asrama. Salah satu orang tua menyebut telah membayar Rp 8 juta untuk biaya asrama dan makan, sekaligus menyarankan agar kampus menghadirkan ahli gizi atau memberi opsi bagi mahasiswa untuk membawa makanan sendiri.
Kritik ini menunjukkan kebutuhan akan pengawasan yang lebih profesional dan prosedur keamanan pangan yang ketat, terutama untuk mahasiswa yang tinggal jauh dari rumah dan bergantung pada layanan kampus.
Tanggung Jawab UKIT dan Proses Penyelidikan
Pihak Manajemen UKIT menanggapi insiden ini dengan serius. Ketua Fakultas Teologi, Pdt Denny Tarumingi, memastikan bahwa kampus bertanggung jawab penuh atas biaya perawatan rumah sakit.
“Kami sudah langsung mendampingi mahasiswa di rumah sakit sejak Rabu hingga hari ini. Semua biaya perawatan akan kami tanggung sepenuhnya,” jelas Denny. Ia menambahkan bahwa penyelidikan diserahkan kepada Dinas Kesehatan dan kepolisian untuk memastikan penyebab keracunan terungkap.
Polres Tomohon telah memeriksa 12 saksi, termasuk koki, staf dapur, dan pihak yang membeli bahan makanan. Mereka juga mengambil sampel tempe, sayuran, dan penyedap rasa untuk diuji di laboratorium. Hingga saat ini, 68 mahasiswa tercatat mengalami gejala keracunan, meski data bisa bertambah karena pendataan masih berlangsung.
UKIT telah mengatur perkuliahan daring selama satu minggu untuk memastikan mahasiswa tetap dapat melanjutkan studi sambil menunggu kondisi lingkungan asrama aman.
Tentang Universitas Kristen Indonesia Tomohon
UKIT adalah perguruan tinggi swasta berbasis Kristen Protestan di Tomohon, Sulawesi Utara, yang berdiri sejak 20 Februari 1965. Kampus ini menawarkan tujuh fakultas dengan fokus menghasilkan lulusan kompeten, berintegritas, dan berkontribusi bagi gereja serta masyarakat. Insiden keracunan mahasiswa menjadi pembelajaran penting bagi UKIT dalam memperkuat standar keamanan pangan dan pelayanan kepada mahasiswa.