beritakecelakaan.id – Palembang – Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Palembang (UMP) berinisial S merasa kecewa karena rektorat mencoba mendamaikan pelaku dalam kasus pelecehan seksual yang menimpanya. S menilai langkah tersebut menormalisasi tindakan pelaku dan mengabaikan hak korban. Peristiwa itu terjadi saat S mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Seri Kembang 1, Kecamatan Payaraman, Ogan Ilir.
Korban Mengalami Tekanan Psikologis
Tim kuasa hukum korban, Direktur LBH Bima Sakti, M. Novel Suwa, menjelaskan bahwa S sedang fokus memulihkan trauma yang muncul akibat peristiwa itu. “Klien kami berupaya menghilangkan rasa takut dan kembali menjalani aktivitas sehari-hari,” ujar Novel, Sabtu (13/9/2025).
Novel menilai pernyataan rektorat yang beredar di media sosial memperburuk kondisi psikologis S. Ia menekankan bahwa tindak pidana kekerasan seksual harus diusut secara hukum, bukan diselesaikan melalui pendekatan kekeluargaan. “Kami meminta penyidik segera menetapkan tersangka agar pelaku menghadapi hukuman pidana. Tindakan ini penting untuk mencegah mahasiswa lain menjadi korban,” tegasnya.
Komentar netizen yang menyalahkan korban semakin menambah tekanan psikologis S. Novel menegaskan bahwa pihak kampus seharusnya mendukung korban secara penuh.
BEM FH UMP Kecam Sikap Rektorat
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum UMP mengutuk keras sikap rektorat yang terkesan memprioritaskan perdamaian ketimbang keadilan. Ketua BEM FH UMP, Egi Mahendra, menekankan bahwa kampus harus menegakkan hukum dan mendukung korban.
“Kami mengecam keras kejadian ini. Pihak rektorat tidak boleh mengambil jalur damai atau keadilan restoratif. Egi menegaskan bahwa pihak kampus harus menegakkan hukum tanpa kompromi. Ia juga mengkritik keputusan rektorat yang menekankan hubungan kampus dengan Desa Seri Kembang 1, yang menurutnya mengabaikan kepentingan korban.
BEM FH UMP menuntut rektorat mendampingi korban selama proses hukum. Selain itu, mereka menyerukan agar Badan Pembina Harian (BPH) UMP membentuk panitia pemilihan rektor baru untuk periode 2025–2029, serta memastikan proses berjalan transparan dan adil.
Pihak Kampus Ingin Penyelesaian Kekeluargaan
Sebelumnya, Rektor UMP Prof. Dr. Abid Djazuli dan dosen DR. Yudha Mahrom berharap kasus ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Keluarga S ingin membahas langkah awal sebelum melanjutkan proses hukum. Keluarga korban telah melaporkan kasus ini ke Polres Ogan Ilir pada 2 September 2025.
“Karena ini ranah hukum, pihak yang merasa tidak bersalah sebaiknya membuktikannya. Jika tidak terbukti, jangan diperlebar,” ujar Yudha. Ia menambahkan bahwa pihak rektorat akan menemui S setelah kondisinya pulih dari trauma.
Desa Seri Kembang 1 berjarak sekitar 1 jam 45 menit dari Kota Palembang. Mayoritas penduduk bekerja sebagai petani padi, karet, kelapa sawit, dan palawija, serta sebagian kecil berprofesi sebagai pedagang. S melaporkan pelecehan terjadi pada Jumat, 29 Agustus 2025, sekitar pukul 01.00 dini hari.
Wakil Rektor IV UMP Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, DR. H. Suroso, menuturkan bahwa pihak kampus langsung mendatangi lokasi KKN keesokan harinya setelah menerima laporan. “Keluarga korban memutuskan untuk membahas masalah ini terlebih dahulu. Kami menghormati keputusan itu dan terus memantau situasi,” kata Suroso.
Seruan Mahasiswa Tegakkan Keadilan
Kasus ini memicu perdebatan mengenai sikap institusi pendidikan terhadap korban kekerasan seksual. Mahasiswa dan publik menegaskan bahwa keadilan harus menjadi prioritas utama. BEM FH UMP menyerukan agar pihak kampus memihak korban, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan psikologis bagi mahasiswi.
Kasus pelecehan seksual ini menjadi pengingat bahwa institusi pendidikan harus memastikan keselamatan mahasiswa, menegakkan hukum, dan mendukung proses pemulihan korban. Dengan langkah hukum yang tepat, korban dapat pulih dan keadilan dapat ditegakkan tanpa kompromi.