beritakecelakaan.id, SAMARINDA -Teman-teman Mustofa sempat panik saat tragedi terjadi pada Jumat (12/9/2025) sekitar pukul 17.00 Wita. Warga Samarinda Utara itu tewas tenggelam di kolam bekas tambang, menambah daftar korban jiwa di Kalimantan Timur menjadi 52 orang.
Mustofa (27) merupakan warga Jalan Merapi, Kelurahan Tanah Merah, Kecamatan Samarinda Utara, Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Ia dilaporkan meninggal dunia saat bermain speedboat remote control (RC) bersama tiga temannya di sekitar kolam bekas tambang yang tidak jauh dari permukiman warga.
Detik-detik Tragedi Mustofa
Permainan yang awalnya menyenangkan itu berubah menjadi malapetaka. Speedboat yang mereka mainkan tersangkut di tengah kolam. Menyadari hal itu, Mustofa berinisiatif berenang ke tengah kolam untuk mengambil perahu yang macet. Sayangnya, Mustofa tidak memiliki kemampuan berenang yang memadai dan diduga kehabisan napas sebelum mencapai speedboat. Ia akhirnya tenggelam.
AKP Aksarudin Adam, Kapolsek Sungai Pinang, membenarkan kronologi tersebut. Ia menyampaikan bahwa rekan-rekan Mustofa langsung panik dan segera meminta bantuan warga sekitar. Warga pun melaporkan kejadian tersebut ke pihak berwenang, sehingga tim Polsek Sungai Pinang dan Basarnas Samarinda bergerak cepat menuju lokasi kejadian.
Para petugas dibantu masyarakat sekitar langsung melakukan pencarian. Setelah dua jam pencarian di kolam galian tambang, tim berhasil menemukan Mustofa dan mengevakuasinya. Jasad korban kemudian dibawa ke RSUD AW Syahranie untuk dilakukan visum dan autopsi guna memastikan penyebab kematian.
Kapolsek Sungai Pinang mengapresiasi partisipasi warga yang membantu pencarian dengan peralatan seadanya. Menurutnya, keterlibatan masyarakat mempercepat proses evakuasi dan mengurangi risiko lebih lanjut.
Mustofa Korban ke-52 di Kaltim
Tragedi ini menambah panjang daftar korban lubang tambang di Kalimantan Timur. Sejak 2011, setidaknya 51 orang telah tewas akibat lubang tambang, baik dari konsesi perusahaan resmi maupun tambang ilegal. Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim menyoroti bahwa pemerintah dan aparat hukum belum menindak secara serius perusahaan-perusahaan yang lalai menjaga keselamatan.
Mareta Sari, Dinamisator Jatam Kaltim, menyatakan bahwa dari 2011 hingga kini, belum ada sanksi berat yang diberikan kepada perusahaan tambang batubara di Kaltim. Hanya pada 3 Februari 2016, pemerintah pernah memberikan sanksi berupa penghentian operasional sementara terhadap beberapa perusahaan melalui Direktur Jenderal Penegakan Hukum dan Direktur Pengaduan, Pengawasan, dan Sanksi Administratif KLHK.
Jatam Kaltim juga mencatat kasus kematian tidak hanya berasal dari perusahaan besar, tetapi juga melibatkan tambang ilegal dan galian C, termasuk dua korban jiwa. Mareta menambahkan bahwa laporan-laporan mereka, mulai dari Presiden, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Komnas HAM, Kementerian ESDM, hingga Mabes Polri, jarang mendapat respons serius. Jika pengawasan tetap lemah, risiko korban dan kerusakan lingkungan akan terus meningkat.
Rekam Jejak Korban Lubang Tambang di Kaltim
Beberapa kasus tragis sebelumnya yang tercatat oleh Jatam Kaltim antara lain:
-
Miftahul Jannah (10), Junaidi (13), dan Ramadhani tewas pada 13 Juli 2011.
-
Nadia Zaskia Putri (10) meninggal pada 8 April 2013, bersama tiga remaja lain pada tahun 2016 dan 2023.
-
Ardi (13) meninggal pada 23 Mei 2015.
-
Mulyadi (15) dan Thomas Steven Gomes (21) tewas pada Desember 2015 dan Juli 2025.
-
Andre (15) meninggal pada 12 Agustus 2023.
Kini, Mustofa menjadi korban ke-52 yang menambah daftar panjang insiden tragis akibat lubang tambang yang terbengkalai di Kalimantan Timur.
Kritik terhadap Pengawasan Tambang
Kematian Mustofa menyoroti kelemahan pengawasan terhadap bekas tambang yang membahayakan masyarakat. Jatam Kaltim menekankan perlunya tindakan serius dari pemerintah dan aparat hukum untuk mencegah tragedi serupa. Selain itu, regulasi yang lebih ketat dan implementasi pengawasan yang konsisten sangat dibutuhkan agar lubang tambang tidak menjadi ancaman keselamatan publik.
Mareta menegaskan bahwa keadilan bagi korban lubang tambang dan perlindungan lingkungan harus menjadi prioritas. Tanpa tindakan tegas, korban jiwa dan kerusakan lingkungan akan terus bertambah, seperti yang terlihat dari catatan 14 tahun terakhir.