BERITAKECELAKAAN.ID – GAZA – Serangan udara Israel menghancurkan menara-menara di Kota Gaza, menimbulkan kepanikan, trauma, dan kerugian besar bagi warga. Gedung pencakar langit yang menjadi hunian puluhan keluarga kini rata dengan tanah, memaksa ribuan orang kehilangan rumah, kenangan, dan rasa aman.
Kepanikan di Menara Mushtaha
Pada Jumat, 12 September 2025, Abu Salah Khalil, warga Gaza berusia 49 tahun, duduk bersama keluarganya di Menara Mushtaha. Mereka sedang menyiapkan makan siang sederhana, nasi maqluba tanpa daging, ketika kabar datang bahwa gedung akan dibom. “Kami hanya punya waktu 30 menit untuk keluar,” kata Abu Salah kepada Al Jazeera.
Abu Salah memanggul ayahnya yang cacat, sementara istrinya membantu ibunya yang sudah tua. Anak-anak menangis, para ibu bingung memutuskan harus menggendong siapa. Beberapa menit setelah evakuasi, serangan udara menghancurkan seluruh gedung. Abu Salah mengenang, “Saya berharap bisa memeluk dinding rumah dan berkata: tetaplah kuat, jangan roboh.” Sekarang ia dan keluarganya hidup di jalan tanpa tempat berlindung.
Kehilangan di Menara Lainnya
Kisah tragis serupa terjadi pada Nadia Maarouf, yang kehilangan rumah setelah Menara Al-Soussi hancur. Ia bersama 17 anggota keluarganya berlari menyelamatkan diri, meninggalkan seluruh barang berharga. Mereka menunggu dengan cemas, takut ada anak-anak yang tertinggal di dalam.
Serangan Israel juga menghancurkan Menara Al-Ru’ya, dirancang oleh insinyur Ahmed Shamia. Istri Shamia, Sarah al-Qattaa, menyebut kehancuran gedung itu bukan sekadar kehilangan bangunan, tetapi “seluruh kehidupan dan sejarah pribadi yang hilang di bawah reruntuhan.” Menurut Pertahanan Sipil Palestina, setidaknya 50 gedung tinggi hancur selama kampanye serangan terbaru.
Penulis Palestina Akram al-Sourani menggambarkan menara-menara tersebut sebagai “kota kecil dengan seribu kisah.” BBC melaporkan komunitas internasional semakin memperhatikan dampak serangan terhadap warga sipil, sementara ribuan keluarga kini hidup tanpa tempat tinggal. Menara ikonik seperti Al-Mushtaha, Al-Soussi, Al-Roaya 1, Al-Salam, dan Al-Roaya 2 dulunya menjadi simbol kehidupan perkotaan dan pusat aktivitas masyarakat sipil.
Fungsi Menara dalam Kehidupan Warga
Menara-menara di Gaza memainkan peran penting dalam kehidupan warga. Misalnya, Menara Al-Mushtaha di barat Kota Gaza menampung ribuan pengungsi dan keluarga, menjadi pusat aktivitas harian. Sementara itu, Menara Al-Soussi menyediakan hunian bagi keluarga yang mencari tempat aman di tengah kepadatan kota. Selain itu, Menara Al-Roaya 1 dan 2 menampung banyak keluarga sekaligus aktivitas sipil dan ruang komunitas, sedangkan Menara Al-Salam menonjol sebagai bangunan tinggi yang memperkaya lanskap arsitektur modern Gaza. Keberadaan menara-menara ini mencerminkan wajah perkotaan dan harapan warga akan kehidupan stabil, kini hilang seketika.
Kronologi Perang Israel-Hamas
Perang Israel-Hamas yang dimulai 7 Oktober 2023 sudah berlangsung selama 704 hari. Konflik ini menjadi salah satu yang paling brutal dalam sejarah modern Timur Tengah. Awal perang ditandai serangan mendadak Hamas ke wilayah selatan Israel, menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera ratusan lainnya. Israel merespons dengan serangan udara besar-besaran dan invasi darat ke Jalur Gaza.
Selama dua tahun terakhir, serangan terus meningkat. Upaya gencatan senjata rapuh, perundingan diplomatik gagal, dan serangan balasan terus terjadi. Serangan udara Israel menghantam rumah sakit, sekolah, dan kamp pengungsi. Sementara Hamas meluncurkan roket dan drone ke wilayah Israel. Hingga 10 September 2025, dampak kemanusiaan sangat parah. Sebanyak 64.656 orang tewas dan 163.503 terluka di Gaza, menurut Middle East Monitor. Sekitar 11.000 orang hilang, sebagian tertimbun reruntuhan. Lebih dari 85 persen penduduk Gaza kehilangan tempat tinggal, menjadikan mereka pengungsi di tanah sendiri.
Bantuan kemanusiaan terhambat blokade ketat dan serangan terhadap konvoi bantuan. Meski gencatan senjata sempat terjadi awal 2025, konflik kembali memanas. Israel melancarkan serangan udara ke selatan Gaza, sementara bentrokan pecah di perbatasan. Mediasi internasional melalui Qatar, Mesir, dan PBB belum membuahkan hasil permanen. Kekurangan air bersih, obat-obatan, dan makanan memperburuk krisis. Banyak pihak internasional menyebut situasi ini sebagai bentuk genosida terhadap warga sipil Palestina.
Kehidupan Warga di Tengah Reruntuhan
Warga Gaza kini menghadapi trauma mendalam dan kehilangan besar. Setiap menara yang runtuh membawa cerita hidup, harapan, dan kenangan yang lenyap. Anak-anak kehilangan sekolah, keluarga kehilangan tempat tinggal, dan warga harus bertahan di tengah reruntuhan. Meski kondisi ini menyulitkan, warga terus berjuang untuk bertahan hidup. Bantuan internasional dan solidaritas menjadi kunci untuk mencegah krisis kemanusiaan semakin parah.
Menara-menara Gaza bukan sekadar bangunan tinggi; mereka mencerminkan kehidupan masyarakat dan simbol harapan di tengah kepadatan kota. Kehancuran mereka menunjukkan dampak nyata dari perang, mengingatkan dunia akan urgensi perlindungan warga sipil dan upaya perdamaian yang nyata.